Pengertian Stereotip atau Stereotype

Apa yang dimaksud Stereotip atau Stereotype (Apa Pengertian Stereotip atau Stereotype


Apa yang dimaksud Stereotip atau Stereotype (Apa Pengertian Stereotip atau Stereotype ? Dalam sebuah masyarakat yang bersukubangsa banyak, kebudayaan dari masing-masing sukubangsa juga berisikan konsep-konsep mengenai berbagai sukubangsa yang hidup bersama di dalam masyarakat tersebut. Apa saja yang tercakup di dslam konsep-konsep kebudayaan tsebut adalah sifat-sifat atau karakter dari masing-masing sukubangsa tersebut. Isi dari konsep-konsep atau pengetahuan yang ada dalam kebudayaan dari masing-masing sukubangsa adalah pengetahuan mengenai diri atau sukubangsa mereka masing-masing, sebagai pertentangan atau lawan dari sukubangsa-sukubangsa lainnya. Ini dilakukan untuk memunculkan keberadaan sukubangsa atau kesukubangsaan dalam interaksi antar anggota sukubangsa yang berbeda. Konsep-konsep yang ada dalam kebudayaan mengenai suku bangsanya dan mengenai suku bangsa-suku bangsa lainnya yang hidup bersama di dalam sebuah masyarakat adalaha pengetahuan yang penuh dengan keyakinan-keyakinan mengenai kebenarannya yang subjektif. Kebenaran subjektif ini mengenai ciri-ciri sukubangsanya dan sukubangsa-sukubangsa lainnya. Pengetahuan mengenai sesuatu suku bangsa lain yang ada dalam kebudayaan sesuatu sukubangsa tertentu adalah konsep-konsep yang seringkali juga digunakan sebagai acuan bertindak dalam menghadapi suku bangsa lain tersebut, walaupun tidak selalu demikian adanya dalam perwujudan tindakan-tindakan dari para pelakunya. Konsep-konsep yang subjektif yang ada dalam kebudayaan tersebut dinamakan stereotip, dan stereotip dapat berkembang menjadi prasangka. 


Jadi Pengertian Stereotip atau Stereotype adalah penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan. Stereotipe merupakan jalan pintas pemikiran yang dilakukan secara intuitif oleh manusia untuk menyederhanakan hal-hal yang kompleks dan membantu dalam pengambilan keputusan secara cepat. Namun, stereotipe dapat berupa prasangka positif dan juga negatif, dan kadang-kadang dijadikan alasan untuk melakukan tindakan diskriminatif. Sebagian beranganggapan bahwa segala bentuk stereotipe adalah negatif.

 

Sebuah atribut mengenai sesuatu sukubangsa itu muncul dari pengalaman seseorang atau sejumlah orang yang menjadi anggota sebuah sukubangsa dalam berhubungan dengan para pelaku dari sesuatu sukubangsa tersebut. Dari sejumlah pengalaman yang terbatas, yang dipahami dan mengacu pada kebudayaannya, maka pengalaman tersebut menjadi pengetahuan. Sebagai pengetahuan yang berulang diafirmasi dan dimantapkan melalui pengalaman-pengalaman yang secara berulang terjadi dengan anggota-anggota sesuatu sukubangsa tersebut, maka pengetahuan yang berisi ciri-ciri sesuatu sukubangsa tersebut menjadi konsep-konsep yang ada dalam kebudayaan yang diyakini kebenarannya. Melalui berbagai jaringan sosial yang dipunyai oleh seorang pelaku, pengetahuan kebudayaan mengenai ciri-ciri sesuatu sukubangsa tersebut disebarluaskan kepada sesama warga masyarakat sukubangsanya. Pengetahuan kebudayaan yang bercorak stereotip, yaitu mengenai ciri-ciri sesuatu sukubangsa menjadi pengetahuan yang berlaku umum dalam kebudayaan dari masyarakat tersebut dan diyakini kebenarannya.

 

Atribut Sukubangsa

Atribut adalah segala sesuatu yang terseleksi, baik disengaja maupun tidak, yang dikaitkan dengan dan untuk kegunaannya bagi mengenali identitas atau jatidiri seseorang atau suatu gejala. Atribut ini bisa berupa ciri-ciri yang menyolok dari benda atau tubuh orang, sifat-sifat seseorang, pola-pola tindakan, atau bahasa yang digunakan. Oleh karena itu atribut bisa diberikan kepada sukubangsa maupun kepada diri seseorang atau pada tingkat individual.

 

Jatidiri

Identitas atau jatidiri adalah pengenalan atau pengakuan terhadap seseorang sebagai termauk ke dalam sesuatu golongan yang dilakukan atas serangkaian ciri-cirinya yang merupakan satu satuan yang bulat dana menyeluruh, yang menandainya sebagai yang termasuk dalam golongan tersebut. Contohnya, tentara atau TNI mempunyai ciri-ciri, yang ciri-ciri tersebut merupakan sebuah satuan yang bulat dan menyeluruh yang meneyebabkan seseorang dengan ciri-ciri tersebut digolongkan sebagai tentara atau TNI. Bila seseorang tersebut mempunyai atau memakaikan ciri-ciri tentara pada tubuhnya, tetapi ciri tersebut tidak lengkap sebagai ciri-ciri tentara maka jatidiri seseorang tersebut sebagai tentara diragukan kebenarannya, dan biasanya orang tersebut diidentifikasi atau dikenal sebagai tentara gadungan.

 

Identitas atau jatidiri itu muncul dan ada dalam interaksi. Interaksi adalah kenyataan empirik yang berupa antar-tindakan para pelaku yang menandakan adanya hubungan di antara para pelaku tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa identitas atau jatidiri itu muncul dan ada dalam interaksi. Seseorang mempunyai sesuatu jatidiri tertentu karena diakui keberadaannya oleh orang atau orang-orang lain dalam suatu hubungan yang berlaku. Sedangkan dalam suatu hubungan yang lain, yang melihatkan pelaku atau pelaku-pelaku yang lain yang berbeda dari pelaku-pelaku yang semula, jatidirinya bisa berbeda dari yang semula, sesuai dengan corak hubungan dan sesuai dengan saling pengakuan mengenai jatidirinya oleh para pelaku dalam hubungan yang lain tersebut.

Penekanan pada pengakuan orang-orang lain dalam hal keberadaan dan kelestarian sesuatu jatidiri yang dimiliki oleh seseorang itu menjadi penting untuk diperhatikan, karena dalsm keasendiriannya yang absolut seseorang tersebut tidak mempunyai jatidiri. Orang-orang lain yang berada dalam interaksi dengan dirinya adalah penentu jatidirinya, sehingga orang-orang lain tesebut dapat dilihat sebagai cermin bagi dirinya. Karena dengan hanya melalui cermin itulah seseorang itu dapat melihat dan mengenali seperti apa dirinya. Walaupun demikian, jatidiri juga dapat muncul dan ada dalam sesuatu kesendirian, dimana di pelaku berada dalam suatu hubungan dengan suatu satuan gaib yang dibayangkan sebagai suatu kebenaran yang tidak dapat dibantah. Seseorang Islam yang sedang berhubungan dengan Tuhannya melalui kegiatan sembahyang akan membayangkan dirinya sebagai hamba Allah, sebagaimana terwujud dalam tindakan-tindakan bersembahyangnya.

 

Untuk apakah seseorang itu memerlukan jatidiri? Jatidiri diperlukan untuk digunakan dalam interaksi. Karena di dalam setiap interaksi setiap pelaku mengambil sesuatu posisi dan berdasarkan atas posisi tersebut si pelaku si pelaku menjalankan peranaxn-peranannya sesuai dengan corak atau struktur interaksi yang berlangsung. Sebuah interaksi mewujudkan adanya struktur dimana masing-masing pelaku yang terlibat di dalamnya berada dalam suatu hubungan peranan.

 

Di lain pihak dan pada waktu yang sama, corak yang dilajankan oleh masing-masing pelaku tersebut tergantung pada corak atau macam struktur interaksi yang berlaku. Contoh, seseorang dalam sebuah keluarga dipanggil bapak oleh anak-anaknya. Di dalam keadaan tersebut maka hubungan yang ada antara anak dengan bapak adalah hubungan peranaan anak – bapak merupakan sebuah struktur hubungan yang baku dengan berbagai norma dan nilai yang menjadi pedoman bertindak bagi masing-masing pelaku, sehingga hubungan antara anak bapak adalah sebuhah hubungan peranan anak – bapak. Jadi berbeda dari dan bukan merupakan hubungan peranan antara suami – isteri. Begitu juga struktur hubungan anak – bapak bisa berbeda coraknya antara satu keluarga dengan keluarga lain, dan berbeda antara satu kebudayaan dengan kebudayaan lainnya.

Corak hubungan anak - bapak yang terwujud dsalam interaksi anak - bapak, adalah berbeda dengan corak hubungan antara si bapak pada waktu dia harus berperan sebagai suami dalam interaksinya dengan isterinya. Setiap orang, karena itu mempunyai lebih dari satu jatidiri. Semakin banyak peranan yang dijalankannya dalam kehidupan sosial dan masyarakatnya maka akan semakin banyak pula jatidiri yang dipunyainya.

 

Hubungan antar Sukubangsa

Hubungan antar sukubangsa terwujud melalui hubungan-hubungan yang dilakukan ileh para pelaku yang menjadi warga dari sukubangsa-sukubangsa yang berbeda. Sukubangsa-sukubangsa tersebut biasanya adalah sukubangsa-sukubangsa yang saling hidup bertetangga atau yang secara bersama-sama membentuk terwujudnya sebuah masyarakat yang lebih luas daripada masing-masing masyarakat sukubangsanya.

 

Dalam hubungan antar sukubangsa masing-masing sukubangsa tersebut menciptakan dana memantapkan batas-batas sosial dan budaya, atau batas-batas sukubangsa. Artinya, berdasarkan batas-batas sukubangsa tersebut mereka membedakan diri atas saya dari dia yang berbeda, dan menggolongkan sejumlah orang yang tergolong kami dari satu sukubangsa yang sama yang dibedakan dari mereka yang tergolong bukan sukubangsa yang sama. Batas-batas sosial ini berguna dalam menunjukkan perbedaan antara mereka yang tergolong dalam satu sukubangsa yang sama dengan mereka yang tergolong dalam sukubangsa yang lain, yaitu yang berbeda sukubangsanya. Melalui batas-batas sukubangsa ini stereotip yang dipunyai oleh masing-masing sukubangsa mengenai satu sama lainnya menjadi lestari, karena melalui dan di dalam stereotip inilah perbedaan-pebedaan sukubangsa yang berbeda itu terwujudkan. Dalan interaksi yang terjadi di antara warga yang berbeda sukubangsanya, tidak selamanya stereotip yang mereka punyai masing-masing itu digunakan sebagai acuan dalam sling berhubungan. Interaksi antar sukubangsa yang seperti ini biasanya terwujud dalam suatu interaksi dimana masing-masing pihak saling membutuhkan, memperoleh manfaat dan keuntungan, dan hubungan teqrsebut bersifat sebagai hubungan komplementer atau hubungan yang simbiotik, yang saling melengkapi kepentingan-kepentingan masing-masing.

 

Dalam hubungan di antara warga yang berbeda sukubangsanya, yang terjalin sebagai hubungan yang saling menguntungkan, sebenarnya mereka ini telah membuat jembatan penghubung di atas batas-batas sukubangsa tersebut. Jembatan ini berupa hubungan pribadi yang terwujud sebagai persahabatan ataupun perkawinan yang terwujud sebagai hubungan sosial, hubungan kerja atau ekonomi, dadn bubungan politik. Jembatan penghubung ini, yang terwujud sebagai situasi-situasi dimana interaksi itu berlangsung, atau biasa disebut sebagai arena-arena interaksi, sebenarnya telah menapikan perbedaan-perbedaan sukubangsa yang berlaku. Di satu pihak arena-arena interaksi tersebut berisikan unsur-unsur kebudayaan dari sukubangsa-sukubangsa yang berbeda dan saling berhubungan, dan di lain pihak arena-arena interaksi teaebut berisikan hasil perpaduan antara unsur-unsur kebudayaan sukubangsa-sukubangsa yang berbeda tersebut yang terwujud sebagai kebudayaan yang baru. Melalui dan dengan menggunai perpaduan kebudayaan mereka atau hasil akulturasi kebudayaan inilah interaksi di antara warga yang berbeda sukubangsa itu berlangsung, dan karena kebudayaan yang digunakan tersebut tidak menciptakan batas-batas sukubangsa maka perbedaan kesukubangsaan di antara mereka dalam dan melalui interaksi tersebut tidak berlaku. Walaupun telah merka ciptakan jembatan yang menghubungkan perbedaan-perrbedaan di antara dua sukubangsa yang berbeda atau lebih, tetapi tidak berarti bahwa perbedaan sukubangsa tersebut lalu hilang dengan sendirinya. Perbedaan sukubangsa yang mereka punyai, di dalam dan selama interaksi tersebut sedang berlangsung, disimpan oleh masing-masing pelakunya, tetapi akan tetap berlanjut dan digunakan sebagai acuan dalam situasi-situasi atau arena-arna interaksi lainnya.

 

Dalam hubungan-hubungan sosial di antara mereka yang berbeda sukubangsanya tanda-tanda dan simbol-simbol yang diseleksi dan diaktifkan oleh masing-masing pelaku untuk menunjukkan perbedaan sukubangsa atau untuk menapikan perbedaan sukubangsa tersebut tergantung pada tujuan interaksi yang dilakukan dan pada situasi atau arena dimana interaksi tersebut berlangsung.

 

Karena pada dasarnya sukubangsa itu sama dengan kedudukan atau status dari pelaku, maka hubungan antar sukubangsa itu sebenarnya telah mewujudkan adanya struktur interaksi yang coraknya tergantung pada sejarah hubungan di antara sukubangsa-sukubangsa yang bersangkutan. Sebuah interaksi di antara mereka yang berbeda sukubangsa yang menapikan perbedaan status hubungan sukubangsa di antara para pelakunya biasanya tewujud dalam bentuk persahabatan, pengangkatan saudara atau perkawinan. Sedangkan berbagai bentuk interaksi lainnya yang juga menapikan berbagai perbedaan status dalam hubung antar sukubangsa adalsh interaksi yang terwujud dalam arena-arena interaksi dalam sistem nasional Indonesia. Sistem nasional Indonesia berada di atas sistem-sistem sukubangsa maupun sistem-sistem kehidupan di tempat umum, yang berlaku setempat-setempat di seluruh wilayah Indonesia.

 

Sistem nasional menciptakan status-status yang bercorak horizontal maupun vertikal yang mendominasi berbagai hubungan-hubungan status yang tercakup dalam sistem tersebut. Status ini diduduki oleh pejabat atau petugas dari berbagai sukubangsa, yang harus menanggalkan atau menyimpan kesukubangsaannya dalam interaksi-interaksi yang berlangsaung dalam situasi-situasi nasional untuk kepentingan nasional. Dalam situasi kesukubangsaan yang terwujud melalui hubungan-hubungan pribadi atau untuk kepentiangan pribadi dan sosial, kesungbangsaan terwujud dengan mengaktifkan simbol-simbol kebudayaan sukubangss para pelaku yang bersangkutan. Situasi sukubangsa dan kesukubangsaan bisa saja terwujud pada sistem nasional pada saat kepentingan pribadi atau sosial dari pelaku lebih penting daripada kepentingan dan tujuan nasional. Ini bisa terwujud karena sukubangsa, secara universal, adalah golongan sosial yang paling mendasar dan umum bagi jatidiri dalam kehidupan manusia.

 

Ciri-ciri ini sering kali dinasmakan sifat-sifat primordial atau yang utama dan pertama, yang universal dalam kehidupan manusia. Karena itu tidaklah mengherankan bahwa sentimen kesukubangsaan dengan mudah diaktifkan oleh para pelaku untuk menciptakan suatu solidaritas sosial yang melibatkan waraga sukubangsanya untuk dipertentangkan dengan sukubangsa lainnya, pada saat terjadi persaingan untuk memperbutkan sumber-sumber rezeki dan pengalokasian pendistribusiannya, atau untuk mempertahankan atau memperjuangkan kehormatan kesukubangsaannya. Dadlam kehidupan msyarakat dimana terjadi persaingan atas sumber-sumber daya atau pengalokasian pendistribusiannya biasanya batas-batas sukubangsa menjadi jelas dan tajam, terwujud dalam bentuk monopoli bidang-bidang ketja atau kegiatan ekonomi dan politik oleh kelompok-kelompok sukubangsa yang berbeda. Pada saat perbedaan penguasaan bidang-bidang kegiatan ekonomi dan politik tersebut mewujudkan adanya saling ketergantungan di antara kelompok-kelompok sukubangsa yang berbeda di dalam masyarakat tsebut maka hubungan baik di antara kelompok-kelompok yang Berbeda skan tercipta, dan arena-arena ineraksi yang menjembatani hubungan antar sukubangsa menjadi mantap dan bahkan berkembang sehingga potensi-potensi konflik yang terjadi dapat diredam.

 

Sebaliknya, bila penguasaan atas bidang-bidang ekonomi dan politik serta pengalokasian pendistribusiannya oleh kelompok-kelompok sukubangsa itu terwujud sebagai persaingan untuk bidang-bidang yang sama serta menghasilkan adanya penguasaan atau dominasi oleh satu kelompok sukubangsa atau golongan sosial tetentu terhadap sumber-sumber daya yang ada, yang dapat diartikan sama dengan pendominasian oleh satu sukubangsa atau golongan sosial tertentu terhadap sukubangsa lainnya, maka yang terwujud adalah adanya potensi-potensi konflik di dalam kehidupan masyarakat tersebut, yang sewaktu-waktu dapat meledak sebagai konflik antar sukubangsa. Konflik antar sukubangsa juga dapat meledak sebagai suatu akibat dari rentetan-rentetan perasaan yang diderita oleh suatu kelompok sukubangsa yang meras direndahkana atau berada dalam kedudukan terhina oleh perbuatan-perbuatan dari warga suatu kelompok sukubangsa lainnya. Penderitaan yang berkepanjangan ini fapat menyebabkan adanya frustrasi sosial yang mendalam yang diderita oleh sesuatu sukubangsa yang kehidupan sosial, ekonomi, dan politiknya didominasi oleh sesuatu sukubangsa yang lain. Konflik sukubangsa yang semacam ini biasanya dimulai oleh mereka yang merasa kehilangan kehormatan oleh perbuatan warga sesuatu sukubangsa lainnya, dan perasaan kehilangan kehormatan kesukubangsaan ini biasanya dipicu oleh sesuatu perbuatan yang dianggap oleh sukubangsa yang bersangkutan sebagi puncak dari kehinaan serta ketidakadilan yang selama ini mereka derita.



No comments