
Resiliensi
masyarakat terhadap bencana, termasuk di masa pandemi Covid-19 saat ini,
disokong oleh kuatnya modal sosial yang tumbuh dan berkembang di masyarakat.
Masyarakat Taiwan misalnya, dipuji karena berhasil menghadapi pandemi melalui
kerja sama yang kuat antara pemerintah dan warganya. Begitu pula warga Desa
Panggungharjo di Kabapaten Bantul, D.I. Yogyakarta mampu menghimpun partisipasi
warga melalui program Panggung Tanggap Covid-19.
Menurutnya Semiarto Aji Purwanto
dari Departemen Antropologi Universitas Indonesia, masyarakat
Taiwan dipengaruhi oleh social virtue (kebajikan sosial) yang bersumber dari
ajaran Konfusius. Modal sosial yang kuat didasari oleh sumber daya budaya
(cultural resources) berupa sistem nilai dan norma sebagai bingkai kebajikan
sosial. Semiarto
Aji Purwanto pernah berada di Taiwan
sejak Februari 2020 dalam rangka mendalami penelitian mengenai indigenous
people.
Dalam
konsepsi masyarakat Taiwan, kebahagiaan akan tercapai jika individu dapat
menempatkan diri dalam harmoni sosial yang tercermin pada hierarki dan strata
individu dalam kehidupan sosialnya. Dalam kehidupan sehari-hari, dua hal itu
memicu kepatuhan baik di lingkup keluarga, masyarakat, dan negara. Dalam
pandangan Semiarto Aji, hierarki dan strata sosial ini sangat operasional dalam
menghadapi pandemi.
Belajar
dari Desa Panggungharjo
Wahyudi
Anggoro Hadi bercerita mengenai pengalaman penanggulangan dampak wabah dengan
materi bertajuk “Guyub Melawan Pagebluk, Pengalaman Desa Panggungharjo”. Wahyudi
membuka paparan dengan menyatakan bahwa peran strategis desa tidak hanya karena
adanya “bentang alam” yang tampak dari ketahanan pangan, air bersih, dan udara
yang bersih, tetapi juga “bentang hidup” berupa pranata sosial (socialware)
yang mampu menyokong masyarakat desa menghadapi berbagai kondisi sulit.
Tiga
belas hari setelah kasus Covid pertama diumumkan oleh pemerintah pada 3 Maret
2020, perangkat Desa Panggungharjo mengadakan pertemuan untuk membentuk Satuan
Tugas (Satgas) Tanggap Covid-19. Satgas ini melakukan tugas berdasarkan dua
kerangka kerja, yaitu modul “Dukung” dan modul “Lapor”.
Pada
modul “Dukung”, Satgas berupaya menghimpun dukungan warga baik sebagai relawan
maupun dukungan dalam bentuk donasi. Relawan terbagi lagi menjadi relawan
profesional medis dan non medis, serta relawan non profesional yang bekerja
untuk teknis distribusi dan penyelenggaraan dapur umum. Sedangkan donasi bisa
berwujud uang dan barang, baik sembako maupun non sembako.
Pada
modul “Lapor”, fokus Satgas menyasar pada aspek terdampak yang dirasakan warga,
baik yang berupa dampak klinis (kesehatan) serta dampak non klinis (sosial
ekonomi).
Pendataan
dan pemantauan dilakukan secara daring untuk memudahkan warga dan aparat desa
melakukan analisis dan mitigasi, baik mitigasi klinis maupun non klinis. Selain
itu, Panggungharjo juga meluncurkan platform pasardesa.id yang menghubungkan
barang persediaan di toko atau warung warga dengan warga lain yang membutuhkan.
Wahyudi
menyatakan, hal pertama yang dilakukannya ialah melakukan mitigasi sosial dan
ekonomi. Hal itu karena sejak wabah melanda, aktivitas sosial ekonomi warga
terganggu. Setiap kepala dusun diminta untuk membatasi pergerakan warga,
sekaligus mendata warganya yang terdampak. Pemerintah desa kemudian menyalurkan
bantuan sosial serta menyelenggarakan program pembangunan padat karya untuk
menampung warga yang kehilangan pekerjaan.
Menurut
Wahyudi, modal sosial yang terwujud melalui dukungan dan partisipasi warga
dapat terjadi apabila mereka menaruh kepercayaan kepada aparat desa.
Sebaliknya, kepercayaan yang minim membuat kolaborasi antara aparat dan warga
tidak dapat berjalan baik.
Pengalaman
Taiwan dan Panggungharjo memberikan gambaran bahwa modal sosial dapat menjadi
kekuatan dalam menghadapi pandemi. Taiwan berhasil karena adanya kerja sama dan
kepatuhan warga negara, sedangkan Panggungharjo mampu mendorong partisipasi
warga karena timbulnya kepercayaan terhadap aparat desa.
No comments